Gambar salah satu smartphone milik Xiaomi. |
Pada artikel kali ini, Saya ingin membahas terlebih dahulu mengenai bagaimana cerita sejarah perkembangan pabrikan smartphone Xiaomi, yang pada awal nya hanya dilihat sebelah mata oleh para pesaing nya, hingga kini para pesaing nya tersebut malah mencontoh Xiaomi itu sendiri.
Xiaomi sejak awal bermarkas di Beijing, Tiongkok, yang pada tahun 2014 lalu telah menempati posisi ranking ke empat produsen smartphone terbesar di dunia. Sejak pertama kali merilis smartphone di bulan Agustus 2011, Xiaomi telah merebut pangsa pasar di Tiongkok daratan dan berkembang menjadi produsen peralatan elektronik lainnya, termasuk "smart home device ecosystem". Pemilik dari Xiaomi sendiri adalah Lei Jun, yang menurut Forbes merupakan Orang terkaya nomor 23 di Tiongkok. Pabrikan Xiaomi sendiri, pada tahun 2014 telah berhasil menjual hingga 60 juta smartphone.
Menurut laporan IDC, pada awal tahun 2015 ini, peringkat dari Xiaomi telah naik satu strip menjadi posisi nomor tiga produsen smartphone terbesar di dunia, yang diikuti Lenovo dan LG. Sebagai juara nya tetap Samsung, tetapi memperlihatkan penjualan yang terus menurun, diikuti oleh Apple. Khusus untuk di negara Tiongkok, Xiaomi telah berhasil menggulingkan juara bertahan Samsung dari posisi nomor satu selama beberapa tahun belakangan ini.
Xiaomi sendiri didirikan oleh 8 orang pada tanggal 6 April 2010. Pada awal berdirinya, mendapatkan suntikan dana dari Temasek Holdings (perusahaan BUMN milik Singapura), perusahaan penyedia dana dari Tiongkok yakni IDG Capital and Qiming Venture Partners, dan juga pengembang prosesor smartphone "Qualcomm". Dan pada tanggal 16 Agustus 2010, Xiaomi secara resmi memperkenalkan smartphone Android berbasis MIUI pertamanya. Dan pada bulan Agustus 2011 smartphone Xiaomi Mi1 akhirnya diluncurkan. Mi1 sendiri dikapalkan dengan user interface berdasarkan Android original serta terinspirasi oleh TouchWiz dari Samsung serta iOS milik Apple.
Untuk sistem penjualan serta pemasaran smartphone Xiaomi, Xiaomi menggunakan cara yang tidak umum, yang biasa dipakai oleh Samsung ataupun Apple, dimana biasanya Mereka memakai kekuatan dana yang dimiliki untuk memasang iklan di media masa secara besar-besaran. Lei Jun, CEO Xiaomi, berkata bahwa semua produk dari Xiaomi dijual dengan harga yang hampir menyentuh biaya Bill Of Material atau biaya produksi secara menyeluruh, dengan tetap menjaga kualitas dari komponen yang menyusun serta performa nya jika dibandingkan dengan smartphone mahal lainnya. Untuk mendapatkan untung yang tipis tersebut, Xiaomi membuat smartphone yang diperkirakan dapat tetap mengikuti perkembangan teknologi selama 18 bulan kedepan. Selain itu, Xiaomi juga mendapatkan untung dari penjualan aksesori smartphone lainnya (powerbank, earphone, dll), perlengkapan elektronik rumah tangga (TV, kulkas, dll), penjualan aplikasi tambahan, video online, dan tema smartphone. Untuk jangka panjangnya, pabrikan melihat bahwa penjualan hardware hanya bermakna sebagai alat perantara kepada pemakai agar dapat merasakan software dan jasa. Seperti slogan dari Xiaomi sendiri, yakni: "Kami adalah perusahaan yang lebih fokus pada internet dan software dari pada hanya sekedar perusahaan penjual hardware.
Sedangkan untuk mengurangi biaya overhead, Xiaomi hampir dapat dikatakan tidak memiliki toko tradisional milik nya sendiri. Juga telah meninggalkan cara berpromosi secara tradisional, sebaliknya lebih fokus kepada media sosial untuk membantu promosi mulut ke mulut.
Lebih jauh, untuk lebih mengendalikan pada manajemen stok barang nya, Xiaomi menggunakan metode flash sale, dimana dengan membatasi secara bertahap stok yang akan bisa dipesan oleh peminat, sehingga hampir dapat dipastikan tiap kali digelar flash sale, produk akan cepat habis dalam hitungan menit, karena ada kombinasi dari harga produk murah, kualitas bagus, dan stok yang terbatas. Sehingga akan menciptakan pemasaran model viral atau buzz, dimana akan jadi headline di mana-mana karena produk Xiaomi langsung habis dalam hitungan menit dan laku dalam jumlah banyak. Disamping itu, jika memilih menggunakan sistem pemasaran tradisional seperti memakai toko biasa, hampir dapat dipastikan akan menambah biaya pada saat pengiriman smartphone ke pengecer di seluruh dunia. Semua nya ini menjadikan lebih mahal dari pada model dari Xiaomi dan pada akhirnya akan membuat pelanggan mendapatkan harga yang berbeda.
Sedangkan untuk lebih menguatkan hubungan dengan pelanggannya, Xiaomi menggunakan pendekatan dengan cara mendengarkan setiap masukan dari pelanggannya, juga ikut melibatkan Mereka untuk melakukan uji coba produk, dan membangun komunitas online.
Pada akhirnya, dengan keseluruhan penjelasan mengenai sejarah Xiaomi serta visi dan misi nya, Saya berani menyarankan kepada Anda, untuk saat ini, jikalau Anda ingin berganti smartphone dan membeli yang baru, bukan "tidak ada salah nya untuk mencoba Xiaomi", melainkan "sudah sepatutnya Anda meletakkan Xiaomi pada posisi utama smartphone yang akan Anda beli".
Tidak ada komentar:
Posting Komentar